Langit di Wae Rebo (Halaman 83)

Langit di Wae Rebo
Oleh Diana Karitas


“Ayah! Gita baru saja melihat sebuah bintang jatuh!” seru Gita kegirangan. Wajahnya gembira sekali. Ia tetap saja memandangi langit yang penuh bintang malam itu.

Malam ini Gita untuk pertama kalinya menginap di sebuah kampung terpencil yang sangat terkenal akhir-akhir ini di penjuru negeri. Nama kampung itu adalah Kampung Wae Rebo yang terletak di ketinggian 1.200 meter di atas permukaaan laut. Kampung itu adalah bagian dari Desa Satar Lenda, Kecamatan Satar Mese, Kabupaten Manggarai Barat, Flores, Nusa Tenggara Timur. Bersama dengan kedua orang tuanya serta beberapa orang lainnya, Gita bersemangat sekali menikmati petualangannya. Waktu dan tenaga yang ia habiskan untuk menempuh perjalanan mendaki menuju kampung itu cukup membuatnya beberapa kali hampir patah semangat. Namun, kini ia merasa tidak pernah menyesalinya. Pemandangan yang menakjubkan di kampung terpencil itu telah membayar semua kelelahannya.

Pada malam hari, Gita dan rombongan tinggal di rumah adat. Rumah adat tersebut disediakan penduduk kampung untuk para pengunjung. Salah satu hal yang selalu ditunggu para pengunjung adalah menikmati pemandangan langit Wae Rebo pada malam hari. Gita tidak mengeluh sama sekali ketika ia dibangunkan orang tuanya pada tengah malam. Gita dibangunkan kedua orang tuanya untuk melihat pemandangan langit dari kampung itu. Di langit Kampung Wae Rebo malam itu ada jutaan bintang bertaburan. Gita merasa kagum luar biasa.

“Ayah, mengapa baru kali ini Gita dapat melihat bintang sebanyak dan seterang ini? Mengapa Gita tidak pernah melihatnya ketika kita berada di luar rumah kita? Bukankah seharusnya kita dapat melihat bintang di mana saja?” tanya Gita tetap tak mengalihkan pandangan matanya ke langit.

“Pertanyaan menarik, Gita. Pertama, karena kita berada di ketinggian yang cukup untuk dapat mengamati bintang di langit. Dibandingkan rumah kita yang berada di dataran yang lebih rendah, tempat ini memang memungkinkan untuk bisa mengamati benda-benda langit dengan lebih jelas,” jawab Ayah.

“Ya, tadi Gita mendengar pemandu kita menjelaskan tentang ketinggian tempat ini. Memang tinggi sekali ya, Ayah. Gita tadi hampir tak ingin melanjutkannya,” kata Gita bangga.

“Terus, yang kedua apa, Ayah?” tanya Gita tidak sabar.

“Ayah baru mau menjelaskan, kamu sudah memotong,” tawa Ayah. “Ayah tahu kamu sangat bersemangat dengan semua ini, Gita!” kata Ayah sambil mengusap kepala Gita. Gita tertawa, sambil tetap menatap langit.

“Yang kedua, kita tidak dapat melihat benda langit dengan jelas bila di sekeliling kita terlalu banyak cahaya. Para ilmuwan menyebutnya sebagai polusi cahaya,” jelas Ayah lagi.

“Polusi cahaya? Ayah, Gita tidak pernah mendengar tentang polusi cahaya. Setahu Gita yang ada hanya polusi udara, air, dan tanah. Apa itu polusi cahaya? Mana bisa?” tanya Gita memotong penjelasan Ayah lagi. “Oh, Gitaku sayang. Ayah masih hendak menjelaskannya, terus saja kamu potong,” tawa Ayah keras-keras.

“Maaf, Ayah. Gita hanya heran,” Gita ikut tertawa. “Tak mengapa, anakku. Ayah senang kamu ingin tahu tentang hal-hal yang ada di sekitarmu. Ayah yakin kamu tidak akan bertanya jika tidak melihat bintang-bintang itu. Ini pengalaman menarik, kan!” goda Ayah.

“Ayah teruskan, ya. Polusi cahaya adalah suatu keadaan ketika cahaya berpendar terlalu banyak, bahkan berlebihan. Cahaya itu bisa berasal dari sumber cahaya buatan seperti lampu, atau cahaya alami. Akan tetapi, sumber utama polusi cahaya berasal dari sumber cahaya buatan. Contohnya, lampulampu yang biasa digunakan sebagai penerang jalan, papan iklan, lampu dekorasi, lampu gedung, lampu kendaraan, dan lainnya. Pendaran cahaya ini dapat menghalangi kita untuk melihat benda-benda langit,” jelas Ayah. “Nah, sekarang kamu perhatikan, apakah kamu melihat ada cahaya buatan di sekitar sini kecuali cahaya di rumah-rumah adat yang disebut Mbaru Niang itu? Hampir tidak ada cahaya, bukan? Dan kalau Gita ingat, di sepanjang perjalanan menuju kampung ini, yang kita lihat hanya hutan belantara, tidak tampak ada rumah tinggal, dan jauh dari jalan raya. Kita berada di tengah hutan yang gelap. Maka, hampir tidak ada cahaya buatan di sekitar sini. Apakah kamu sekarang mengerti?” tanya Ayah.

“Oh, begitu, Ayah. Wah, kita bersyukur sekali bisa menikmati pemandangan ini, ya, Ayah! Kita dapat melihat bintang-bintang ini, sungguh indah!” seru Gita. Ayah tersenyum dan meninggalkan Gita yang masih ingin melihat bintang di langit, sambil berharap dapat menyaksikan bintang jatuh malam itu.


Bagaimana menurutmu cerita fiksi di atas? Dapatkah kamu mengenali jalan cerita dan menjelaskannya kembali secara lisan, tulisan atau gambar? Dapatkah kamu mengenali bagian-bagian penting di setiap alinea dalam cerita di atas?


Tahukah Kamu?

Jalan cerita atau isi cerita atau alur cerita disebut dengan plot. Plot merupakan salah satu bagian tulisan fiksi yang sangat penting. Plot atau alur cerita berisi tentang peristiwa-peristiwa yang mempunyai hubungan satu dengan yang lainnya. Keterkaitan ini akan membentuk satu kesatuan cerita yang utuh. Biasanya, alur cerita dalam cerita fiksi dibagi menjadi tiga bagian, yaitu bagian awal, tengah, dan akhir. Bagian awal biasanya berisi tentang pengenalan tokoh dan masalah. Bagian tengah biasanya berisi tentang masalah dan konflik dalam cerita. Sedangkan bagian akhir biasanya menceritakan tentang penyelesaian masalah dari cerita tersebut.



A. Bacalah kembali cerita di atas dengan saksama. Lalu lengkapilah diagram berikut ini berdasarkan bacaan di atas.



B. Bacalah kembali cerita di atas dan juga hasil pekerjaanmu sebelumnya. Bayangkanlah kamu ada di dalam cerita itu dan ingin menjelaskannya kepada temanmu dengan menggunakan sebuah gambar. Gunakanlah imajinasimu untuk membuat gambar yang menjelaskan cerita di atas. Gunakanlah kotak di bawah ini untuk menggambarkannya. Lalu, berikanlah keterangan yang menarik di samping gambarmu!

Bintang Jatuh


Sumber: Buku Tematik Kelas 6 Tema 9

Powered by Blogger.