ktsp5-ips-2
Peristiwa Sekitar Proklamasi Kemerdekaan 17 Agustus 1945
Pertemuan di Dalat
Pada tanggal 12 Agustus 1945 tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Sukarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi adalah Panglima tentara Jepang di Asia Tenggara. Dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi mengatakan pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Keputusan itu diambil setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Jepang. Bom atom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945. Bom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibatnya, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
Pada tanggal 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu. Kemudian menyusul kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Kedua kota itu hancur lebur, rata dengan tanah, sehingga Jepang menjadi lumpuh total.
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu didengar oleh para tokoh pemuda Indonesia. Mereka segera menemui Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, dan terus mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Akan tetapi, Soekarno menolak.
Kedua tokoh tersebut tidak mau bertindak secara gegabah dan tergesa-gesa. Perlu persiapan yang matang dan musyawarah dalam sidang dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan RI) terlebih dahulu.
Peristiwa Rengasdengklok
Detik-detik Proklamasi
Setelah teks Proklamasi selesai
dirumuskan, teks tersebut langsung diketik oleh Sayuti Melik. Kemudian,
Moh. Hatta menyarankan agar naskah Proklamasi ditandatangani oleh
seluruh peserta yang hadir. Namun, tidak disepakati oleh seluruh
peserta. Atas usul Sukarni naskah tersebut ditandatangani oleh Soekarno
dan Hatta atas nama bangsa Indonesia. Para peserta menyepakati agar
proklamasi kemerdekaan Indonesia segera dilak sanakan esok harinya.
Pada tanggal 12 Agustus 1945 tiga tokoh pergerakan nasional, yaitu Dr. Radjiman Wedyodiningrat, Ir. Sukarno, dan Drs. Mohammad Hatta memenuhi undangan Jenderal Terauchi di Dalat (Vietnam Selatan). Jenderal Terauchi adalah Panglima tentara Jepang di Asia Tenggara. Dalam pertemuan itu, Jenderal Terauchi mengatakan pemerintah Jepang telah memutuskan untuk memberikan kemerdekaan kepada Indonesia. Keputusan itu diambil setelah Amerika Serikat menjatuhkan bom atom di Jepang. Bom atom pertama dijatuhkan di kota Hiroshima pada tanggal 6 Agustus 1945. Bom kedua dijatuhkan di kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Akibatnya, Jepang menyatakan menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada tanggal 14 Agustus 1945.
Menanggapi Berita Kekalahan Jepang
Belanda menyerah tanpa syarat kepada Jepang di Kalijati, Jawa Barat, pada tanggal 8 Maret 1942. Sejak saat itu, Indonesia dijajah oleh Jepang yang selalu berjanji akan membebaskan bangsa Indonesia dari penjajahan bangsa Barat. Pernyataan Jepang itu hanya merupakan taktik belaka. Pada permulaan Perang Pasifik, Jepang memperoleh kemenangan, tetapi sejak akhir tahun 1943 mengalami kekalahan dan terus-menerus terdesak oleh pasukan Sekutu.Pada tanggal 6 Agustus 1945, kota Hiroshima dijatuhi bom atom oleh Sekutu. Kemudian menyusul kota Nagasaki pada tanggal 9 Agustus 1945. Kedua kota itu hancur lebur, rata dengan tanah, sehingga Jepang menjadi lumpuh total.
Pada tanggal 15 Agustus 1945, Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu. Berita tentang menyerahnya Jepang kepada Sekutu didengar oleh para tokoh pemuda Indonesia. Mereka segera menemui Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta, dan terus mendesak agar kemerdekaan Indonesia segera diproklamasikan. Akan tetapi, Soekarno menolak.
Kedua tokoh tersebut tidak mau bertindak secara gegabah dan tergesa-gesa. Perlu persiapan yang matang dan musyawarah dalam sidang dengan PPKI (Panitia Persiapan Kemerdekaan RI) terlebih dahulu.
Peristiwa Rengasdengklok
Setelah mendapat penolakan dari Ir.
Soekarno, golongan muda kemudian mengadakan pertemuan di Gedung
Bakteriologi di Jalan Pegangsaan. Rapat yang dipimpin oleh Chaerul Saleh
dan dihadiri oleh beberapa tokoh pemuda seperti Sutan Syahrir, Wikana,
Armansyah, Subadio, Darwis, Adam Malik, dan Singgih. Rapat menghasilkan
keputusan untuk mengajukan kepada golongan tua agar segera menyatakan
proklamasi kemerdekaan Indonesia.
Pada 15 Agustus 1945 pukul 22.00 WIB
utusan pemuda Wikana dan Darwis didampingi oleh Shodanco Singgih
menghadap Soekarno-Hatta. Mereka kembali meminta tokoh dari golongan tua
tersebut untuk segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia esok
harinya, yaitu 16 Agustus 1945. Namun, mereka gagal meyakinkan Soekarno
dan Hatta. Golongan muda kemudian mengadakan rapat kembali di Jalan
Cikini 71. Rapat yang diadakan sekitar pukul 24.00 WIB tersebut
menghasilkan keputusan golongan muda akan membawa Ir. Soekarno dan Drs.
Moh. Hatta ke Rengasdengklok dengan tujuan agar kedua tokoh tersebut
segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia tanpa pengaruh dari
Jepang.
Pada pukul 04.00 dini hari (16 Agustus
1945), kelompok pemuda seperti Soekarni, Chaerul Saleh, Yusuf Kunto dan
Singgih membawa Ir. Soekarno dan Drs. Moh. Hatta ke Rengasdengklok,
Karawang. Pada hari itu juga terjadi pertemuan antara golongan muda dan
golongan tua. Golongan muda diwakili oleh Wikana dan golongan tua
diwakili oleh Ahmad Subardjo beserta Yusuf Kunto dari PETA. Mereka
sepakat untuk membawa kembali Soekarno dan Hatta ke Jakarta untuk segera
memproklamasikan kemerdekaan.
Pukul 16.00 WIB, Ahmad Subardjo diantar
oleh Yusuf Kunto pergi ke Rengasdengklok. Ahmad Subardjo memberi jaminan
kepada para pemuda bahwa Proklamasi akan dilaksanakan pada 17 Agustus
1945 di Jakarta selambat-lambatnya pukul 12.00 WIB. Kemudian, rombongan
pun kembali ke Jakarta sekitar pukul 21.00 WIB dengan menggunakan tiga
buah mobil.
Detik-detik Proklamasi
Sekitar pukul 23.00 WIB, rombongan
Soekarno- Hatta sampai di Jakarta dan langsung menuju rumah Laksamana
Maeda di Jalan Imam Bonjol No.1. Rumah Laksamana Tadashi Maeda dipilih
sebagai tempat perundingan karena rumah Maeda, aman dari gangguan
Jepang. Laksamana Maeda adalah orang Jepang yang sangat peduli pada
kemerdekaan Indonesia. Pada pukul 02.00 WIB, Soekarno Hatta memimpin
rapat untuk merumuskan teks proklamasi. Rapat ini dilakukan di ruang
makan rumah Laksamana Tadashi Maeda yang dihadiri oleh Soekarno, Hatta,
Ahmad Subarjo, dan golongan muda yang hadir B.M. Diah, Soekarni, dan
Sudiro.
Keesokan harinya pada tanggal 17 Agustus
1945 pagi banyak orang berkumpul di kediaman Sukarno. Mereka adalah
rakyat dan para pemuda. Sekitar pukul 10.00, Ir. Sukarno didampingi Drs.
Mohammad Hatta memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. Berikut ini
perkataan Sukarno pada pembacaan proklamasi kemerdekaan:
“Saudara-saudara
sekalian, saya telah meminta Saudara hadir di sini untuk menyaksikan
suatu peristiwa maha penting dalam sejarah kita. Berpuluh-puluh tahun
kita, bangsa Indonesia telah berjuang, untuk kemerdekaan tanah air kita.
Bahkan, telah beratus-ratus tahun. Gelombangnya aksi kita untuk
mencapai kemerdekaan kita itu ada naiknya, ada turunnya, tetapi jiwa
kita tetap menuju ke arah cita-cita. Juga di dalam zaman Jepang, usaha
kita untuk mencapai kemerdekaan nasional tidak berhenti. Di dalam zaman
Jepang ini tampaknya saja kita menyandarkan diri kepada mereka. Tetapi
pada hakikatnya, tetap kita menyusun tenaga kita sendiri, tetap kita
percaya pada kekuatan sendiri. Hanya bangsa yang berani mengambil nasib
dalam tangan sendiri, akan dapat berdiri dengan kekuatannya. Maka kami,
tadi malam telah mengadakan musyawarah dengan pemuka-pemuka rakyat
Indonesia dari seluruh Indonesia. Permusyawaratan itu seia sekata
berpendapat, bahwa sekaranglah datang saatnya untuk menyatakan
kemerdekaan kita.
Saudara-saudara! Dengan ini kami menyatakan kebulatan tekad itu.
Setelah pembacaan teks proklamasi
selesai, upacara dilanjutkan dengan pengibaran bendera Merah Putih.
Pengibaran Bendera Merah Putih dilakukan oleh S. Suhud dan Cudanco
Latif, serta diiringi lagu Indonesia Raya. Bendera Merah Putih itu
dijahit oleh Ibu Fatmawati Sukarno. Pada saat Sang Saka Merah Putih
dikibarkan, tanpa ada yang memberi aba-aba, para hadirin menyanyikan
lagu Indonesia Raya. Setelah pengibaran Bendera Merah Putih, Wali kota
Suwiryo dan dr. Mawardi memberikan sambutan. Kemudian mereka yang hadir
saling bertukar pikiran sebentar lalu pulang ke rumah masing-masing.