Pelajaran Untuk Mira (Halaman 215)

Pelajaran untuk Mira
Penulis: Dyah Laksmi Nur Jannah


Pagi itu, di sebuah rumah yang terletak di pinggiran Jakarta, Mira sedang duduk di ruang makan untuk sarapan. Ia makan dengan segan. Dengan mulut cemberut, diaduk-aduknya nasi dan tumis tahu di depannya. Huh, aku kan ingin makan ayam goreng tepung, bukan tumis tahu, gerutunya dalam hati.

“Kok, lauknya diaduk-aduk, Mir?” tegur Ibu. Tangan Ibu sibuk memasukkan kotak bekal ke dalam tas sekolah Mira, “Ayo, dimakan! Sebentar lagi waktunya berangkat, lho.”

“Mira tidak nafsu makan, Bu. Mira mau jajan di sekolah saja!” serunya.

Lalu, Mira berpamitan kepada ibunya dan beranjak keluar rumah. Ibu hanya menarik napas panjang sambil menggeleng-geleng. Memperhatikan kepergian Mira dengan sepedanya.

“Kenapa cemberut, Mir?” tanya Ratna, teman sebangkunya, ketika Mira baru saja duduk di sebelahnya.

“Saya kesal kepada ibuku. Kemarin aku sudah bilang mau sarapan dengan ayam goreng. Tapi, tadi pagi, ibu malah masak tumis tahu,” jelas Mira kesal.

Ratna hanya diam mendengar keluhan Mira.

Saat istirahat tiba, Mira membuka kotak bekalnya. “Yah, tumis tahu lagi,” gumamnya kecewa. Ternyata, bukan cuma buat sarapan. Untuk bekal makan siang di sekolah pun, ibunya hanya menyiapkan tumis tahu.

Ratna menoleh dan menatap kotak bekal Mira, “Kelihatannya enak, Mir.”

“Kamu mau? Nih, makan saja,” Mira menyodorkan kotak bekalnya.

“Beneran ini buat saya?” tanya Ratna, “Kamu tidak lapar?”

Mira hanya menggeleng. Dipandanginya Ratna yang lahap menyantap bekalnya.

Sembari makan, Ratna pun bercerita. Dahulu, ibunya selalu memasak tumis tahu kesukaannya. Terkadang, jika ada uang lebih, barulah ibunya Ratna memasak ikan atau ayam.

“Sudah lama saya belum lagi makan tumis tahu seenak ini. Rasanya seperti buatan ibuku,” ucap Ratna mengakhiri ceritanya.

Mendengar penuturan Ratna, Mira diam-diam merasa iba. Ia tahu ibunya Ratna sudah meninggal sekitar satu tahun yang lalu.

“Karena ayah sibuk bekerja, saya yang memasak untuk ayah dan saya sendiri di rumah. Seringnya sih, saya menggoreng tempe atau tahu karena saya baru bisa masak itu,” jelas Ratna sambil kemudian menatap Mira. “Kamu beruntung, masih mempunyai ibu, Mira!”

Mira tercenung mendengar kata-kata Ratna itu. Ya, ia memang beruntung. Masih memiliki ibu yang selalu merawatnya dan menyediakan semua keperluannya.

Seharusnya tadi saya menghargai jerih payah ibu yang telah memasak makanan untukku meskipun hanya tumis tahu, sesal Mira kemudian dalam hati.

Saat itu juga, Mira merasa ingin segera pulang dan hendak menemui ibunya. Mira ingin minta maaf atas sikapnya tadi pagi kepada ibu. Ia juga ingin berterima kasih kepada ibunya untuk semua kebaikan hati beliau merawat dan menyayanginya selama ini.

===

view

Powered by Blogger.