Kegiatan atau Upacara Adat Istiadat yang Ada di Lingkungan Kita (Hal. 26)

1. Sekaten dari Yogyakarta

Kegiatan adat ini menjadi sangat terkenal dan sangat dinanti baik bagi masyarakat Jogja atau masyarakat lain di sekitarnya.

Sekaten menjadi sebuah kegiatan atau upacara yang dilakukan pada bulan Mulud dengan terlebih dahulu di selenggarakan acara malam sekaten selama hampir sebulan.

Pada sesi puncak, terdapat upacara gunungan yang di arak ke masjid dengan iringan prajurit kraton Ngayogyakarta dengan banyak atribut yang keren.

Di masjid, Raja Jogja menyebar udik udik, untuk kemudian mempersilakan masyarakat berebut meraih gunungan untuk di ambil bagiannya yang terdiri dari aneka buah, hasil palawija dan hasil kebun.


2. Ngaben dari Bali

Kegiatan adat Ngaben berasal dari Bali yang merupakan upacara pembakaran mayat bagi seseorang yang te;lah meninggal dunia.

3. Tabuik dari daerah Sumatra Barat

Berasal dari kata ‘tabut’, dari bahasa Arab yang berarti mengarak, upacara Tabuik merupakan sebuah tradisi masyarakat di pantai barat, Sumatera Barat, yang diselenggarakan secara turun menurun. Upacara ini digelar di hari Asura yang jatuh pada tanggal 10 Muharram, dalam kalender Islam. Pada hari yang telah ditentukan, sejak pukul 06.00, seluruh peserta dan kelengkapan upacara bersiap di alun-alun kota.Para pejabat pemerintahan pun turut hadir dalam pelaksanaan upacara paling kolosal di Sumatera Barat ini.


Satu Tabuik diangkat oleh para pemikul yang jumlahnya mencapai 40 orang. Di belakang Tabuik, rombongan orang berbusana tradisional yang membawa alat musik perkusi berupa aneka gendang, turut mengisi barisan. Sesekali arak-arakan berhenti dan puluhan orang yang memainkan silat khas Minang mulai beraksi sambil diiringi tetabuhan.

Saat matahari terbenam, arak-arakan pun berakhir. Kedua Tabuik dibawa ke pantai dan selanjutnya dilarung ke laut. Hal ini dilakukan karena ada kepercayaan bahwa dibuangnya Tabuik ini ke laut, dapat membuang sial. Di samping itu, momen ini juga dipercaya sebagai waktunya Buraq terbang ke langit, dengan membawa segala jenis arakannya.



4. Kebo-keboan dari daerah Irian

Kegiatan adat ini adalah salah satu contoh upacara adat dari daerah Irian Barat. Diselenggarakan dengan maksud mendatangkan hujan dan memberi hasil melimpah dari hasil bumi berupa padi. Para tokoh setempat mengenakan asesories seperti layaknya kerbau yang berarak arakan menuju ke sawah untuk selanjutnya berebut padi.

5. Ritual Tiwah dari suku Dayak di kalimantan Tengah

Bagian unik yang ada dalam upacara ritual ini adalah adanya peserta adat yang memakai pakaian seberti ondel ondel, kemudian menuju ke makm dan bermaksud mengantarkan roh para keluarga ke liang lahat.

6. Mapasilaga Tedong dari tana Toraja

Keunikan kegiatan adat ini adalah penyembelihan kerbau dari hasil adu kerbau yang dilakukan. Kerbau yang di tampilkan dapat bernilai ratusan juta, mengingat kerbau yang di adu adalah kerbau Albino yang berwarna putih.

7. Upacara adat kematian dari Tanah Toraja - Rambu Solo

Upacara kematian ini menjadi sebuah adat istiadat yang masih di lestarikan hingga saat ini.

8. Dug Deran dari daerah Semarang

Kegiatan ini sebagai kemeriahan menjelang bulan puasa yang selalu dilakukan oleh sebagian masyarakat daerah Semarang Jawa Tengah. Sebelum upacara ini dilaksanakan, jauh hari telah di selenggarakan sebuah pasar malam pesta rakyat selama satu minggu, dan memberikan aneka pilihan kepasa para pengunjung yang datang. Dug deran adalah karnaval dan iringan berbagai keunikan pawai yang meliputi iringan para warok khas semarang, drumb band, arakan pakaian adat, dan beberapa mobil yang di desain khusus untuk memvisualisasikan beberapa maskot seperti ayam yang besar, bunga raksasa, atau bahkan model rumah yang di hias dengan aneka kertas berwarna.

9. Pasola dari daerah Sumbawa

Merupakan kegiatan atau upacara adat yang dimaksudkan sebagai permintaan kepada Tuhan terhadap lancarnya hasil panen yang akan di nikmati. Upacara adat Pasola merupakan upacara adat perang perangan yang unik, dan terdiri dari ratusan pemuda yang memegang tombak dengan tentunya ujung yang tumpul.

10. Saren Taun dari daerah Sunda

Seren Taun adalah upacara adat panen padi masyarakat Sunda yang dilakukan tiap tahun. Upacara ini berlangsung khidmat dan semarak di berbagai desa adat Sunda. Upacara adat sebagai syukuran masyarakat agraris ini diramaikan ribuan masyarakat sekitarnya, bahkan dari beberapa daerah di Jawa Barat dan mancanegara.

11. Kasodo dari daerah Tengger
 
Suku Tengger adalah pemeluk agama Hindu lama dan tidak seperti pemeluk agama Hindu umumnya yang memiliki candi-candi sebagai tempat peribadatan. Untuk melakukan peribadatan maka mereka akan melakukannya di punden, danyang dan poten. Poten sendiri merupakan sebidang lahan di lautan pasir di kaki Gunung Bromo sebagai tempat berlangsungnya upacara Kasada. Poten terdiri dari beberapa bangunan yang ditata dalam suatu komposisi di pekarangan yang dibagi menjadi tiga mandala.

Bagi masyarakat Suku Tengger, Upacara adat adalah salah satu wujud rasa syukur masyarakat Tengger kepada tuhan. Ada banyak upacara adat di masyarakat Tengger yang memiliki tujuan bermacam-macam diantaranya meminta berkah, menjauhkan malapetaka, wujud syukur atas karunia yang diberikan tuhan kepada masyarakat Tengger. Salah satunya adalah upacara adat Kasada.
 

Upacara ini adalah upacara untuk memperingati pengorbanan seorang Raden Kusuma anak Jaka Seger dan lara Anteng. Selain itu upacara ini dilaksanakan oleh masyarakat tengger untuk meminta keselematan dan berkah. Upacara ini dilaksanakan padat tanggal 14 s.d. 16 bulan Kasada atau saat bulan purnama tampak di langit secara utuh setiap setahun sekali.
 

Pada saat upacara ini berlangsung masyarakat suku tengger berkumpul dengan membawa hasil bumi, ternak peliharaan dan ayam sebagai sesaji yang disimpan dalam tempat yang bernama ongkek. Pada saat sudah mencapai di kawah gunung Bromo, seluruh sesaji tersebut dilemparkan ke tempat tersebut. Adapun upacara ini merupakan jalan ujian bagi pulun mulenen atau dukun baru untuk disahkan sebagai dukun, jika dukun baru keliru dalam melaksanakan proses upacara Kasada maka dukun tersebut gagal menjadi dukun. 

Upacara Kasada sebagai peringatan pengorbanan Raden Kusuma merupakan penghormatan kepada Raden Kusuma yang rela berkorban untuk keselamatan masyarakat tengger. Dalam legenda upacara Kasada di Gunung Bromo terdapat mahkluk halus yang tidak memiliki nama akan tetapi dipanggil Sang Yang Widi yang digambarkan sebagai asal-usulnya dari kerajaan Majapahit sebelum keturunan kerajaan Hindu-Budha di Jawa. Ada perjanjian antara roh Dewa Kusuma dengan masyarakat Tengger yang harus memberi sesajian setiap tanggal 14 bulan Kasada.

Dalam upacara Kasada masyarakat Tengger terdapat beberapa tahapan upacara yang harus dilaksanakan agar upacara Kasada berlangsung dengan khidmat yaitu Puja purkawa, Manggala upacara, Ngulat umat, Tri sandiya, Muspa, Pembagian bija, Diksa widhi, Penyerahan sesaji di kawah Bromo.


Proses berjalannya upacara Kasada dimulai pada Sadya kala puja dan berakhir sampai Surya puja dimana seluruh masyarakat Tengger menuju Gunung Bromo untuk menyampaikan korban. Upacara Kasada dimulai dengan pengukuhan sesepuh Tengger dan pementasan sendratari Rara Anteng Jaka Seger di panggung terbuka Desa Ngadisari. Tepat pada pukul 24.00 diadakan pelantikan dukun dan pemberkatan masyarakat di lautan pasir Gunung Bromo. Bagi masyarakat Tengger, dukun merupakan pemimpin dalam bidang keagamaan yang biasanya memimpin upacara-upacara ritual perkawinan dll. Pada saat ini sebelum dukun dilantik, para dukun harus lulus ujian dengan cara menghafal dan membacakan mantra-mantra. 

Setelah selesai upacara, ongkek yang berisi sesaji dikorbankan di Puden Cemara Lawang dan kawah Gunung Bromo. Seluruh ongkek tersebut dilemparkan ke dalam kawah sebagai simbol pengorbanan yang dilakukan nenek moyang mereka. Upacara Kasada Bromo sendiri telah digelar sejak masa Kerajaan Majapahit dan Gunung Bromo memang dianggap sebagai tempat suci.

12. Tingkeban dari daerah Jawa
 
Upacara Tingkeban adalah salah satu tradisi masyarakat Jawa, upacara ini disebut juga mitoni berasal dari kata pitu yang arti nya tujuh, upacara ini dilaksanakan pada usia kehamilan tujuh bulan dan pada kehamilan pertama kali. Upacara ini bermakna bahwa pendidikan bukan saja setelah dewasa akan tetapi semenjak benih tertanam di dalam rahim ibu. Dalam upacara ini sang ibu yang sedang hamil di mandikan dengan air kembang setaman dan di sertai doa yang bertujuan untuk memohon kepada Tuhan YME agar selalu diberikan rahmat dan berkah sehingga bayi yang akan dilahirkan selamat dan sehat.
 


Sumber: damaruta.blogspot.com dari sooal.blogspot.com
Powered by Blogger.